Wednesday, April 13, 2011
Aktivitas Di Alkid After Sunset
Salah satu tempat yang cukup menarik dan patut untuk dikunjungi, baik oleh anak-anak, remaja, maupun orangtua setelah matahari terbenam adalah di Alkid (singkatan, Alun-alun Kidul). Letaknya di sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Begitu matahari mulai tenggelam, lampu kerlap-kerlip ada dimana-mana. Bahkan ada yang bergerak mengelilingi lapangan/ alun-alun. Lampu kerlap-kerlip ini bukan dari kunang-kunang yang sedang terbang kian kemari, tetapi dari sepeda tandem yang dihiasi lampu di hampir seluruh frame-nya ataupun dari mobil kayuh yang sedang digenjot penyewanya untuk mengelilingi alun-alun.
Sepeda tandem ada yang berisi 2 atau 3 pengayuh. Tarif sewanya Rp. 10 ribu/2 putaran atau tarif yang lain sesuai kesepakatan antara pemilik dan penyewanya. Para pemakai umumnya mulai dari anak-anak sampai dengan remaja. Mereka sering tertawa-tawa saat mengayuh sepeda ini. Entah karena tidak terbiasa, tidak kompak saat mengayuh, atau kurang bisa menjaga keseimbangan.
Tapi bagi para bapak/ibu yang masih memiliki anak kecil, bisa menghibur putra-putrinya untuk mengelilingi alun-alun dengan menyewa mobil kayuh/genjot. Dinamakan mobil kayuh, karena: bentuknya seperti mobil, ada atapnya, beroda empat, ada stirnya, bisa dinaiki empat penumpang, dan supaya bisa berjalan harus dikayuh/ digenjot karena tidak ada mesinnya. Remnya cukup bagus/pakem karena rata-rata memakai rem cakram. Tinggal pilih, mana yang disukai. Ada yang dihiasi lampu berbentuk naga, burung garuda, lumba-lumba, doraemon atau yang lainnya. Tarifnya rata-rata sama, yaitu Rp. 20 ribu/ 2 putaran atau Rp. 25 ribu/ 3 putaran.
Anak-anak duduk di depan, sedangkan bapak/ibunya duduk di belakang sambil menyetir dan mengayuh. Anak-anak pasti senang, karena tinggal duduk manis di depan, mobil kayuh yang dinaikinya sudah bisa berjalan mengelilingi alun-alun. Anak senang, orangtuanya pun ikut senang. Dan tak lupa, pemilik mobil kayuhnya pun ikut senang karena dapat uang.
Doraemon Dan Kangguru,
Suasana Di Sekeliling Alkid,
Aktivitas Sisi Barat Alkid,
Tinggal Pilih,
Bermacam-macam Mobil Kayuh,
Iring-iringan Mobil Kayuh,
Ayo digenjot terus,
Menyusuri sisi barat Alkid,
Ayo terus dikayuh,
Campur aduk,
Kayuhan si kecil,
Saatnya berhenti,
Tuesday, April 12, 2011
Kolaborasi Seni Gerak Jepang-Jogja
Pada hari senin malam, pukul 20.00 WIB, di Taman Budaya Yogyakarta, digelar pertunjukkan seni kolaborasi Jepang - Jogjakarta. Salah satu tokoh pantomim terkenal dari Jogjakarta, mas Jemek Supardi ikut serta dalam acara ini. Tanpa ada dialog, yang ada hanyalah olah gerak dan olah wajah, tapi hal ini justru merupakan 'bahasa universal' untuk bisa menyatukan para seniman yang berasal dari 2 negara dengan 2 bahasa yang berbeda. Mereka seolah-olah sudah mengerti satu dengan yang lainnya. Sehingga bisa menyuguhkan atraksi yang cukup menarik bagi para penonton.
Acara ini didukung oleh 10 pemain, yang terdiri dari 6 penari dan 4 pemain musik. Pakaian yang dikenakan para penari terkesan apa adanya, tidak dibuat-buat, demikian juga dengan para pemain musiknya.
Friday, April 8, 2011
Kirab Malam Hari, Pro Keistimewaan DIY
Kemudian duduk berdampingan dengan
GBPH Hadikusumo, salah satu putera almarhum
Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
Pada hari kamis, malam jumat legi, tanggal 7 April 2011 diadakan ritual Subawa Rasa Kaki Gunung Nini Jaladri, gerakan api semangat keistimewaan, di depan Pagelaran Kraton Yogyakarta.
Pukul 19.00 WIB sudah terlihat aktivitas panitia di sana-sini. Satu demi satu para tamu undangan datang untuk menghadiri acara ini. Ada yang berjalan kaki, tetapi apa pula yang mengendarai sepeda motor maupun mobil. Kebanyakan para tamu undangan mengenakan pakaian tradisional jawa. Sedangkan petugas keamanan tetap mengenakan seragam mereka sendiri. Atas kaos hitam lengan panjang dan bawah, celana panjang hitam. Tak lupa mengenakan penutup kepala, berupa topi. Tetapi ada juga yang mengenakan pengikat kepala (bhs. jawa, kethu).
Sesekali petugas keamanan berjalan mondar-mandir sambil berbicara melalui Handy Talky (HT) yang dibawanya. Semua ini dilakukannya agar bisa berkoordinasi dengan teman-temannya yang berada di tempat lain. Sehingga diharapkan urut-urutan acara prosesinya bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Dari kraton diwakili oleh Bapak GBPH. Hadikusumo, salah satu putera almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Beliau membawa pusaka berupa payung berwarna hijau tua. Sedangkan para pengikutnya ada yang membawa beberapa bendera dan satu gong besar.
Prosesi diawali dengan doa yang dilakukan oleh 3 orang. Satu orang mengenakan pakaian adat jawa. Dua lainnya, masing-masing mengenakan jubah putih dan bersorban (sisi kanan). Dan yang lainnya, mengenakan jubah putih dengan selendang panjang di lehernya, seperti seorang imam dari pemeluk agama kristiani (sisi kiri). Ketiga orang ini berjalan dari depan Pagelaran Kraton Jogjakarta menuju tengah-tengah Alun-alun Utara, di antara 2 pohon beringin. Sejenak mereka berdoa di sini. Kemudian setelah selesai, mereka kembali berjalan ke tempat semula.
Tak lama kemudian, rombongan dari Merapi datang, dengan membawa umbul-umbul, pusaka, dan peralatan lain yang digunakan untuk mendukung prosesi ritual ini. Rombongan dari Merapi disebut sebagai, Hargo Kakung. Disusul kemudian beberapa mobil membawa rombongan dari Parangtritis. Rombongan ini kebanyakan kaum wanita, baik tua maupun muda. Mereka mengenakan pakaian adat jawa yang didominasi warna hitam. Kebaya hitam dan jarik yang cenderung berwarna gelap. Rombongan ini disebut sebagai, Hargo Putri. Mereka juga membawa beberapa sesaji/peralatan untuk mendukung prosesi ini.
Acara ini juga didukung oleh para pelajar/mahasiswa yang sedang menimba ilmu di kota Yogyakarta ini. Mereka mengenakan pakaian adat dari daerah mereka masing-masing.
Prosesi rutual diantaranya: mengalunkan beberapa tembang, mempertunjukan petilan/fragmen tarian Damarwulan, serta prosesi memecahkan kendhi. Setelah itu, para anggota rombongan berbaris dan mempersiapkan diri untuk acara berikutnya, yaitu mengelilingi beteng kraton dengan berjalan kaki. Suasana menjadi tambah meriah karena masing-masing peserta kirab membawa obor.
Meskipun dari awal keberangkatan telah hujan rintik-rintik tetapi hal ini tidak menyurutkan niat/semangat para peserta kirab untuk mengelilingi beteng kraton.
Kedatangan rombongan dari Kraton,
Kedatangan rombongan dari Merapi,
Kedatangan rombongan dari Parangtritis,
Para tamu duduk bersila,
Ritual memecahkan kendi,
Persiapan awal kirab,
Persiapan akhir kirab,
Rombongan kirab mulai berjalan,
Kirab tetap berjalan meskipun diguyur hujan,
Subscribe to:
Posts (Atom)